Grup Riset Fisika Citra (GRFC) Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menemukan alat radiografi digital. Temuan ini sudah mendapatkan hak paten dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) Departemen Hukum dan HAM RI tertanggal 19 Oktober 2009, dengan nomor P00200500737.
Tim riset ini terdiri dari empat peneliti FMIPA yaitu Gede Bayu Suparta, IK Swakarma, I Putu Dharmayasa, serta I wayan Sudirata. Kempat peneliti yang juga dosen UGM ini berhasil mengembangkan teknologi radiografi digital terbaru. Pengembangan alat itu melalui penambahan beberapa komponen peralatan radiografi yaitu pada generator sinar X, pengubah gambar serta pada sistem komputerisasinya.
â€Jika sebelumnya alat radiografi yang kita kenal dalam dunia medis untuk rontegen menggunakan film, dan harganya sangat mahal. Saat ini sudah ada teknologi terbaru harganya hingga Rp 4 miliar, tetapi karya kami ini dari sisi teknologi tak gunakan film, melainkan digital, bahkan harganya pun mampu menghemat sekitar Rp 3 miliar, bahkan lebih,†ujar Gede Bayu Suparta koordinator peneliti di UGM, Kamis (3/12).
Menurutnya, penghematan dana hingga Rp 3 miliar ini diperhitungkan dari harga barang jadi di luar negeri yang mencapai Rp 4 miliar. Namun dengan upayanya memadukan barang-barang yang ada di dalam negeri, timnya hanya menghabiskan dana sekitar Rp 1 miliar.
Menurutnya barang yang digunakan pada dasarnya tak jauh beda dengan alat radiografi yang sudah ada selama ini yaitu pembangkit sinar X atau X Ray, serta sistem radiografi fluoroscopy.
â€Dua alat dari teknologi terdahulu tetap kita pertahankan dan dua alat ini banyak yang memproduksi, jika membeli eceran harganya sekitar Rp 500 juta saja. Inti dari penemuan ini adalah kami menemukan perangkat kendali sistem radiografi digital. Alat ini yang merubah teknologi analog menjadi digital, ini satu-satunya di Indonesia,†tegasnya.
Dengan adanya perangkat tersebut memungkinkan pengendalian secara otomatis. Selain kelebihan itu, keuntungan lain adalah penghematan daya listrik yang digunakan. Sekali pengambilan gambar bisa mencapai 20 citra. Pun, tanpa bahan kimia, dosis penggunaan X ray sangat rendah karena satu kali jepretan yang menghailskan 20 citra tersebut.
Tak hanya itu, rakitan dalam negeri dengan kandungan lokal 70 persen, bahkan biaya operasi dan biaya sistem juga murah. Dalam hak paten tersebut UGM memiliki hak komersial ekslusif selama 20 tahun.
Dengan adanya temuan tersebut, lanjutnya kedepan rumah sakit di Indonesia bisa memilik alat yang relatif murah dengan tingkat akurasi tinggi ini. Pihaknya berharap UGM selaku pemegang hak paten ini bisa memanfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya. Terutama terkait pengembangan keilmuan dan pemanfaatan secara menyeluruh menjangkau masyarakat.
Sumber : Republika, 3 Desember 2009 |
Sabtu, 08 Februari 2014
Periset UGM Temukaan Radiografi Digital Murah
CBCT
Cone beam computed tomography (CBCT) merupakan sistem foto radiografi berkualitas tinggi yang digunakan untuk diagnosa, berupa gambaran 3 dimensi yang akurat, dan dapat memberikan gambaran mengenai elemen-elemen tulang yang ada pada kerangka maksilofasial. Sistem CBCT dapat memberikan gambaran sampai dengan ukuran yang kecil dan dengan dosis radiasi yang rendah tetapi dengan hasil resolusi yang memadai juga dapat digunakan untuk melakukan diagnose, sebagai panduan perawatan serta untuk evaluasi paska perawatan. ada bidang kedokteran gigi gambaran 3 dimensi merupakan hal yang penting, CBCT telah dipertimbangkan untuk menjadi salah satu prosedur standard perawatan . Selain itu juga CBCT scan dapat memeberikan akurasi lebih baik dari penilaian 3-dimensi utnuk memberikan prediksi hasil perawatan yang lebih baik dan mengurangi resiko yang terkait dengan gigi impaksi. Hal ini dapat dikaitkan dengan gigi supernumerary yang sering ditemukan dalam keadaan impaksi. CBCT dapat memvisualisasikan posisi gigi yang mengalami impaksi dan memberikan gambaran dengan struktur sekitarnya dan gigi yang terletak didekatnya. Selain itu CBCT dapat digunakan dalam mempertimbangkan prognosis dari suatu perawatan karena memiliki kaurasi yang lebih tinggi.
CBCT terdiri sumber x-ray dan juga detektor yang terpasang pada alat yang dapat berputar (gambar 1). Sumber radiasi ionisasi berbentuk pyramid divergen atau berbentuk cone (kerucut) diarahkan pada bagian tengah daerah yang diinginkan dan mengarah pada x-ray detektor yang dipasangkan berlawanan arah dari sisi pasien. Sumber x-ray dan detektor akan berputar pada titik tumpuannya memutari daerah yang diinginkan (ROI). Selama sekuens eksposur yang dilakukan didapat ratusan gambar yang nantinya akan menjadi bidang pandangan pada gambaran yang didapatkan (FOV) dengan luas pandang lebih kurang 1800. Hanya dengan satu kali putaran saja, CBCT akan menghasilkan gambaran radiografis 3D yang sesuai dengan cepat dan akurat. Pemaparan CBCT bersamaan dengan FOV secara keseluruhan hanya dengan dengan satu kali putaran, telah cukup untuk memperoleh data gambar yang akan direkonstruksi nantinya. CBCT mampu menghadirkan resolusi submilimeter spatial dari gambar craniofacial kompleks dengan waktu singkat disbanding teknik radiografi panoramik selain itu dosis pemaparan lebih rendah dibanding teknik fan beam atau helical computed tomografi. (Schulze D, et al., 2004).
kelebihan dari CBCT adalah menggunakan dosis yang lebih kecil daripada CT biasa, waktu pelaksanaannya juga pendek, yakni 10-70 detik saja. Kekontrasan CBCT juga tinggi dan lebih nyaman digunakan. (Epsilawati, 2007).CBCT sangat tepat untuk mencitrakan area kraniofasial. Gambar yang didapatkan jelas dengan struktur yang kontrasnya tinggi dan sangat berguna untuk mengevaluasi tulang. (Scarfe, 2006).
Penggunaan CBCT untuk diagnosis gigi supernumerari sangat dianjurkan. Dengan CBCT maka dapat dihindari kesalahan posisi dari struktur gigi dan skeletal, mengetahui posisi pasti gigi supernumerari, dan dapat diperoleh gambaran jaringan lunak gigi (Liu, et.al, 2007). Selain itu, CBCT juga dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah total gigi supernumerari, mengetahui posisi pasti gigi supernumerari sehingga mengkonfirmasi diagnosis (Anthonappa, 2011).
Lapangan pandang alat cone beam CT ini terbatas, tergantung dari jenis pesawatnya dan tidak dapat diatur seperti pada CT konvensional yang memiliki lapangan pandang jauh lebih luas. (Epsilawati, 2007) Selain itu, harganya relatif mahal dan radiasi yang digunakan juga agak lebih tinggi. (Liu, et.al., 2007).
Interpretasi gigi supernumerari yang terlihat dari gambaran yang dihasilkan oleh CBCT adalah merupakan suatu gambaran 3-dimensi. Dimana pada gambaran 3-dimensi ini sangat jelas terliat bagaimana hubungan gigi supernumerary terhadap jaringan sekitarnya. Tidak terdapatnya gambaran superimposisi pada gambaran radiografi CBCT memberikan akurasi yang tinggi untuk mendiagnosa kasus gigi supernumerari dengan melihat letak, bentuk, ukuran serta relasi dengan jeringan sekitarnya. Berikut adalah gambaran gigi supernumerari dengan menggunakan pencitraan CBCT .
pada gambaran yang dihasilkan oleh CBCT sangat jelas terlihat gambara radiografi gigi supernumerari merupakan suatu gambaran radiopak seperti yang ditunjuk oleh anak panah. Terlihat sangat jelas hubungan gigi supernumerary dengan gigi tetangganya dan jaringan lunak sekitarnya.
Teleradiologi
Teleradiologi merupakan bagian dari telemedicine yaitu suatu transmisi dari informasi medis seperti teks, suara, citra dari suatu lokasi ke lokasi lainnya melalui hubungan komunikasi, sehingga dengan kata lain bahwa teleradiologi merupakan proses pemindahan data, imejing radiologi dalam koneksinya dengan pelayanan, konsultasi dan pendidikan dari suatu tempat ke tempat lainnya, baik dalam ruang lingkup rumah sakit, pelayanan kesehatan lainnya, lintas daerah/regional maupun antar negara, baik antar masyarakat kedokteran maupun masyarakat umum. Teleradiologi ini juga sangat berguna bagi pasien, dokter, institusi kesehatan ( rumah sakit), pemerintah dan asuransi kesehatan.
Penerapan teleradiologi di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dilakukan untuk memenuhi tuntutan kecepatan dan ketepatan diagnosa medis, konsultasi serta edukasi. Akan tetapi secara umum diperlukannya teleradiologi karena beberapa faktor, antara lain:
- Pelayanan kepada konsumen
- Tuntutan kecepatan dan ketepatan diagnosa medis
- Perlunya second opinion professional ketika hendak memberikan interprestasi medis
- Jumlah pasien sangat banyak
- Adanya kendala geografis dalam memberikan layanan medis radiologi
- Kecenderungan produsen untuk mengadakan pelayanan atau produk yang efesien dan efektif.
- Peralatan
- Alat radiologi mahal
- Jumlah alat radiologi terbatas
- Jumlah penyedia jasa RS dengan fasilitas radiologi terbatas
- Kecenderungan perkembangan fusi imaging ( perpaduan berbagai modalitas radiologi ) dan fusi diagnostic ( cross-cheking beberapa hasil diagnosa medis)
- Dokter spesialis Radiologi
- Jumlah dokter/radiolog sedikit
- Dokter radiolog bekerja di beberapa RS
Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk juga mencoba untuk melakukan pengarsipan imaging secara digital baik dari pemeriksan radiologi konvensional ( dilakukan digitalisasi terlebih dahulu dengan menscan foto-foto konvensional ) , fluoroskopi, CT Scan, maupun MRI. Pengarsipan digital ini sangat diperlukan baik untuk memudahkan pengarsipannya, rumah sakit memiliki data/imaging, untuk penggandaan, maupun tidak adanya gambar yang hilang.
Perangkat Pendukung Teleradiologi
Perangkat yang diperlukan untuk mendukung terlaksananya teleradiologi di RS Pantai Indah Kapuk :
- Modalitas / sistem radiologi digital
Radiologi digital diperlukan karena teleradiologi baru mungkin terlaksana kalau semua data dan citra radiologi telah dikonversi menjadi data digital ( kode biner ). Data tersebut selanjutnya diubah dan dipancarkan sebagai gelombang elektromagnet termodulasi.
Beberapa modalitas radiologi digital yang dimiliki RSPIK yaitu MRI 1.5 T, CT Scan, Fluoroskopi, C-Arm, Bone Mineral Densitometri ( BMD ), komputer workstation. Adapun digitalisasi imejing dari modalitas-modalitas konvensional seperti X- ray konvensional, Mamografi, Panoramik sebelumnya dilakukan dengan menggunakan alat digital scanner, sekarang dengan peralatan CR ( Computed Radiography ).
- Sistem komputer
Komputer yang dipakai untuk mendukung teleradiologi yaitu komputer workstation/pemroses dan komputer server radiologi. Adapun komputer server radiologi ditinjau dari hardwarenya adalah sebagai berikut :
- Intel Xeon 2,4 GHz
- Hardisk 400 GB
- CD-R Drive ( CDRW ) sebagai archiving tools
- Network connection
- Monitor dengan resolusi tinggi
- Sistem perangkat lunak pemroses data / sinyal / citra
Software yang digunakan untuk teleradiologi di RSPIK sudah mengunakan PACS software application berbasis DICOM dan web yang terlisensi dengan performance yang tinggi.
- Sistem jaringan telekomunikasi ( telepon dan satelit )
Teleradiologi yang dilaksanakan di RSPIK ini melalui :
- Intranet yaitu komputer di bagian-bagian rumah sakit seperti komputer di ruang-ruang baca radiolog, UGD, ICU, kamar operasi dll. mengakses web server radiologi yang berbasis DICOM
- Internet yaitu bisa dikirim ke komputer pribadi di rumah dokter ataupun note book maupun ke Cell Phone ( HP, PDA& Palm Top ) dengan Yang terakhir ini kami sebut sebagai mobile teleradiologi. Pengiriman gambar bisa dengan protocol JPEG via email dengan bantuan komputer workstation dan juga bisa dengan melakukan browsing ke web server radiologi
- Sistem data base data citra.
Sistem data base menggunakan sebuah komputer server tersendiri dan tidak tercampur dengan data-data yang lainnya
- Sistem security data
Keamanan dan kerahasiaan data sangat penting dalam teleradiologi, demi kearahasiaan catatan medik pasien. Oleh karena itu data hanya dapat dilihat oleh orang yang berhak saja, yaitu misalnya dengan pemakaian password pada waktu mengakses webserver. Untuk keamanan dan kerahasiaan data juga kita bisa melakukannya dengan menghilangkan identitas pasien diganti dengan kode tertentu pada waktu pengiriman via emai
Flouroscopy
Teknik Flouroscopy-2
Pesawat sinar-x merupakan salah satu perangkat pencitraan yang digunakan sebagai alat diagnose. Pesawat ini ditemukan oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Peralatan utamanya adalah tabung sinar-x, Trafo tegangan tinggi (HV) dan sistem kontrol. Alat bantunya terdiri dari meja diagnostik, support stand, lieder stand dan perangkat fluoroscopy.
Pesawat sinar-x fluoroscopy adalah perangkat pencitraan dimana hasilnya sebuah
gambar yang ditangkap oleh screen fluoroscent untuk digunakan sebagai bahan diagnose. Pengamatan hasil gambar oleh dokter langsung dilakukan pada screen fluoroscent sehingga dokter beresiko terkena pancaran radiasi dari tabung sinar-x. Untuk mengatisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan perekayasaan pada sistem fluoroscopy. Cara yang dilakukan adalah dengan memasang kamera (CCTV) untuk menangkap hasil gambar dari screen fluoroscent yang terdapat pada Image Intensifier, kemudian ditransfer ke sistem komputer yang ditempatkan di ruang kontrol. Untuk pengamatan hasil gambar dokter cukup melihat pada monitor di ruang kontrol, sehingga akan terhindar dari pancaran radiasi secara langsung. Teknologi system fluoroscopy yang lebih modern adalah CT-Scan yang sudah banyak di rumah sakit.
Sistem fluoroscopy modern dapat menghasilkan gambar yang langung diamati pada sebuah monitor di tempat ruang kontrol. Dengan sistem fluoroscopy remote controle diharapkan dapat mengurangi resiko radiasi pada pekerja radiasi
Interaksi sinar-x dengan materi
Kehilangan energi dari sinar-x bila melewati suatu media (zat) adalah terjadi karena
tiga proses utama yaitu efek foto listrik, efek Compton dan efek produksi pasangan. Efek foto listrik dan efek compton timbul karena interaksi antara sinar-x dengan elektronelektron dalam atom dari media (zat) itu, sedang efek produksi pasangan timbul karena interaksi dengan medan listrik dari inti atom.
Apabila Io adalah intensitas sinar-x yang datang pada suatu lapisan media (zat) dan
Ix adalah intensitas sinar-x yang berhasil menembus media setebal x. Oleh karena adanya kehilangan energi foton didalam tebal x dari lapisan, maka akan terjadi pengurangan intensitas.
Hubungan antara Io dan Ix adalah sebagai berikut :
Ix = Io e -,xx .................................................................. (1)
Dimana :
Ix = Intensitas sinar-x yang menembus media
Io = Intensitas sinar-x yang datang ke media
< = koefisien absorbsi linier
x = Tebal materi
Sifat terpenting dari radiasi adalah sifat merusak. Hal ini terjadi sebagai akibat
interaksi radiasi dengan materi yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan pengionan.
Tingkat kerusakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Sumber radiasi.
2. Lama penyinaran
3. Jarak sumber radiasi dengan subyek
4. Ada tidaknya penghalang antara sumber radiasi dan subyek
Dosis Radiasi
Untuk membahas tingkat bahaya radiasi secara kuantitatip diperkenalkan konsep besaran dosis radiasi yang dikaitkan dengan banyaknya energi radiasi yang diserap oleh subyek / organisme.
Didalam pengetahuan keselamatan dosis radiasi dikenal tiga macam dosis, yaitu :
1. Nilai penyinaran (exposure)
Yaitu kemampuan radiasi tertentu untuk menimbulkan ionesasi pada medium tertentu, satuanya adalah Roentgen (R). Di dalam satuan standard Internasional (SI) maka :
1 R = 2,58 x 10-4 coulomb.
Disamping nilai penyinaran, dikenal pula kecepatan penyinaran (exposure rates) yang menyatakan ialah R/jam atau mR / jam
.
2. Dosis Serap (absorbed dose)
Yaitu jumlah energi radiasi yang diserap oleh satu satuan massa/berat dari medium
yang dilaluinya. Satuan dari dosis serap adalah rad (radiation absorbed dose)
1 rad = 100 erg/gram, dalam satuan SI dosis serap adalah Gray (Gy)
1 Gray = 1 Joule / kg
3. Dosis Setara (dosis ekivalen)
Yaitu menyatakan jumlah energi radiasi yang diserap oleh satuan massa / berat bahanatau medium yang dilaluinya. Satuan yang dipergunakan adalah rem (roentgen equivalentman), sedang di dalam satuan SI dipergunakan satuan Sievert (Sv)
1 Sv = 1 Joule / kg = 100 rem
Didalam pengoperasian pesawat sinar-x diperlukan pengaturan parameternya antara lain tegangan tinggi (KV), Arus (mA) dan waktu exposure. Pengaturan ini dapat dilakukan dengan sistem analog, digital dan mikrokontroler.
Sedangkan pada opersi fluoroscopy akan digunakan sistem komputer untuk mentransfer data hasil gambar dari screen fluoroscent ke monitor.
Teknik Fluoroscopy adalah sinar-x dari tabung yang telah menembus obyek akan ditangkap oleh fluoroscent screen. Akibatnya screen akan berpendar mengeluarkan sinar yang membentuk gambar sesuai obyek yang disinari. Pada pesawat sinar-x konvensionalhasilnya dapat langsung diamati pada screen. Hal ini cukup membahayakan bagi dokter pemeriksa, karena dapat beresiko terkena radiasi sinar-x dari tabung. Operasi fluoroscopy memakan waktu cukup lama tidak seperti operasi radiography yang sangat singkat.Pada teknik fluoroscopy akan menggunakan sistem komputer. Gambar hasil dari fluoroscent screen akan ditangkap oleh CCTV (Close Circuit Television) dan di transfer ke komputer sehingga gambar obyek akan terlihat di monitor yang ditempatkan di ruang kontrol.
Cara kerja sistem fluoroscopy
Sinar-x yang dipancarkan dari tabung sinar-x akan diterima oleh screen fluoroscent, selanjutnya ditangkap oleh kamera (CCTV). Dari kamera sinyal diperkuat kemudian dimasukan kedalam rangkaian LPF (Low power frekuensi). Keluaran dari rangkaian LPFyang masih berupa sinyal analog, selanjutnya diperkuat dan dimasukan kedalam ADC untuk dirubah menjadi sinyal digital. Proses selanjutnya dari ADC dimasukan ke system komputer untuk diolah menjadi sebuah gambar dari obyek
Dalam operasi fluoroscopy butuh arus hanya kecil sekitar 3 mA, tegangan 75 kV, waktu exposure cukup lamadibandingkan dengan photo Roentgen.
Dengan fluoroscopy dapat dipergunakan untuk diagnose usus besar, usus kecil, fungsi batuginjal dan fungsi bagian tubuh yang lainya.
Perangkat pesawat sinar-x fluoroscopy, posisi pasien dan posisi dokter terlihat
Posisi meja diagnostik dapat dibuat tegak atau horizontal, sedangkan tabung sinar-x
berada dibawah meja diagnostik. Arah pencitraan berasal dari bawah menembus obyek,selanjutnya diterima oleh screen yang menyebabkan screen tersebut berpendar kemudianditangkap oleh kamera yang ditempatkan sedemikian rupa diatas screen sehingga dapat menerima cahaya pendar dengan tepat.
Dari hasil tangkapan cahaya pendar yang berupa sebuah bentuk gambar dari obyek
diteruskan ke sistem komputer untuk diolah dan ditampilkan di monitor.
Komputer Radiografi
KOMPUTER RADIOGRAFI
1. Pengertian
Imaging Plate (IP) merupakan lembaran yang dapat menangkap dan menyimpan sinar-X, terdiri dari lapisan fosfor dan lapisan pendukung. IP digunakan dengan cara recording dibaca oleh sinar laser dan dihapus untuk dipakai kembali. Dalam penggunaannya IP berada di dalam kaset datar dengan berbagai ukuran (http://www.soredex.com).
2. Lapisan
Lapisan IP terdiri dari :
a Lapisan Pelindung
Lapisan ini berfungsi untuk melindungi IP dari benturan (Ballinger, 2003), kerusakan saat proses handling dan transfer seperti goresan, kontraksi, pecah akibat temperatur dan kelembaban (http://www.soredex.com).
b Lapisan Fosfor
Lapisan yang paling aktif dalam IP. Lapisan fosfor IP adalah lapisan kristal Europium-doped Barium Fluorohalide (BaFX;Eu2+) atau Photostimulable Phospor. Saat menumbuk kristal ini, BaFX;Eu2+ berubah menjadi bentuk semistabil. Distribusi molekul semistabil ini membentuk gambar laten (Ballinger, 2003). Standar resolusi spatial dari IP kira-kira 2,5 lp/mm yang terdiri dari 150 nm lapisan BaFX;Eu2+ (Greene, 1992).
c Lapisan Penyokong
Lapisan penyokong adalah lapisan dasar yang melapisi lapisan lain yang terbuat dari poliester (Ballinger, 2003).
d Lapisan Konduktor
Lapisan konduktor berfungsi mengeliminasi masalah-masalah elektrostatik dan menyerap cahaya untuk meningkatkan ketajaman (Ballinger, 2003).
e Lapisan Pelindung Cahaya
Lapisan ini berfungsi untuk mencegah cahaya masuk saat proses penghapusan data dari IP, kebocoran, dan menurunkan resolusi spasial (Ballinger, 2003).
Peran Imaging Plate dan Kaset CR
IP mempunyai peran yang sama seperti intensifying screen dan ditempatkan pada kaset yang mirip dengan kaset radiografi konvensional. Sensitifitas IP kira-kira sama dengan kombinasi film-screen yang memiliki speed 200 (Bushong, 2001).
Pada proses loading dan unloading IP, pada CR reader harus diminyaki dan dibersihkan dengan rutin. IP harus dijaga dari kotoran dan debu untuk menghindari artefak pada gambar akhir yang dapat mengganggu gambaran patologi. IP harus diperiksa dari kerutan atau retakan setiap bulannya. Karena goresan, kerutan atau retakan dapat menyebabkan artefak pada gambar yang dapat menimbulkan gambaran seperti patologi, misalnya gambaran fraktur maupun pnemothorak (Papp, 2006).
Kaset terdiri dari bingkai yang terbuat dari Aluminium atau baja dan dilengkapi tube side dari serat karbon. Bagian belakang kaset merupakan lapisan tipis dari timah hitam untuk menyerap radiasi hambur. Fungsi utama dari kaset adalah untuk melindungi IP, bukan untuk mengontrol cahaya. Label barcode terdiri dari angka-angka yang menunjukkan identitas kaset, yang memudahkan untuk mencocokan tiap kaset dengan identitas pasien dan pemeriksaan serta informasi positioning (Ballinger, 2003).
Imaging Plate Reader
(IP Reader) adalah komponen penting lain dari control akuisisi gambar. IPReader mengubah continuous analog information (gambaran laten) pada IP menjadi format digital (Ballinger, 2003).
Pembacaan gambar laten yang tersimpan dalam IP dilakukan oleh laser optoelectronik helium neon (He-Ne), 632,8 nm yang terdapat dalam IP reader (Greene, 1992). Kecepatan eksposi laser sekitar 14 mikrosekon per pixel (10 pixel/mm), sehingga waktu total untuk scan gambar adalah 1 menit. Emisi cahaya (309 nm) dari IP dikumpulkan optic fiber dan ditransfer ke photo multiplier tube (PMT) (Huang, 1999), yang sensitive terhadap cahaya biru (Carlton, 2001).
PMT mengubah cahaya tampak ke dalam bentuk sinyal analog. Sinyal analog tersebut diubah dalam bentuk digital sebelum ditampilkan di komputer oleh Analog Digital Converter (ADC) (Carlton, 2001).
Gambar laten yang tersimpan dalam IP dapat disimpan dalam waktu yang agak lama setelah dieksposi. Emisi cahaya dari gambar laten menurun sebanyak 25% setelah 8 jam. Setelah IP discan untuk memperoleh gambar, maka gambar laten dapat dihapus dengan mengeksposi IP dengan cahaya tampak dalam jumlah yang besar untuk penggunaan selanjutnya. Untuk meminimalisasi fenomena noise, IP harus segera dihapus setelah dieksposi (Greene, 1992).
SISTEM PENGOLAHAN CITRA PADA CR (COMPUTED RADIOGRAPHY)
1. Pembacaan Bayangan Pada Imaging Plate (IP)
IP dieksposi dengan sinar-X, maka akan menghasilkan gambar laten pada IP. IP yang telah dieksposi ini dimasukkan dalam slot pada IP reader device yang akan memindahkan IP. IP kemudian discan dengan helium-neon laser (emisi cahaya merah dengan panjang gelombang 633 nm) sehingga kristal pada IP menghasilkan cahaya biru-violet (panjang gelombang 390-400 nm). Cahaya ini kemudian dideteksi oleh photosensor dan dikirim melalui analog digital converter(ADC) ke komputer untuk diproses. Setelah gambar diperoleh, IP ditransfer ke bagian lain dari IPreader device untuk menghapus sisa-sisa gambar agar IP dapat digunakan kembali (Papp, 2006).
Tampilan Gambar Pada Computed Radiography (CR)
Tampilan citra pada dasarnya merupakan hasil respon frekuensi spasial dan proses gradasi. Respon frekuensi spasial mengontrol kontras antara dua struktur pada densitas yang berbeda. Proses gradasi mengontrol range densitas yang digunakan untuk menampilkan struktur pada gambar, ini sama dengan windows setting yang digunakan pada tampilan Computed Tomography(CT Scan). Dua karakteristik yang berbeda, kontras dan densitas dioptimalkan dengan digital image processor untuk bagian anatomi spesifik yang dipelajari (Ballinger, 2003).
Jika gambar ditampilkan dalam monitor, maka karakteristik gambar dapat diatur (dimagnifikasi, dirotasi, dibalik) oleh pengguna untuk mendapat hasil yang terbaik (Ballinger, 2003). Fungsi ini dilakukan oleh komponen yang disebut workstation. Workstation terdiri dari konsul komputer di mana gambar dapat dimanipulasi setelah data dimasukkan dalam memori komputer. Fungsiworkstation antara lain (Papp, 2006) :
a. Meningkatkan gradasi atau kontras gambar.
b. Meningkatkan frekuensi spasial (recorded detail). Pengaturan ini dapat meningkatkan resolusi spasial atas meningkatnya noise dan artefak.
c. Mengeliminasi pixel-pexel hitam dan putih yang memiliki kontribusi kecil terhadap informasi diagnostik.
d. Subtraksi gambar dengan menghapus struktur tulang atau mengurangi efek hamburan untuk meningkatkan kontras gambar.
e. Magnifikasi gambar.
f. Menampakkan daerah Region of Intereset (ROI).
g. Sebagai analisa statistik, yang menghitung area permukaan dan mengestimasi volume atau mengubah densitas gambar.
h. Subtraksi energi pada radiografi thoraks dengan mengurangi struktur tulang untuk mendapatkan gambaran paru dan jaringan lunak.
Karena gambar CR dalam bentuk digital, maka gambar primer yang dihasilkan dapat dimanipulasi untuk menekan fitur-fitur yang bervariasi untuk menampakkan struktur yang lebih spesifik. Gambar yang ditampilkan atau dicetak sedapat mungkin sesuai dengan ukuran yang sebenarnya (Greene, 1992).
3. Pencetakan Gambar
Ada beberapa istilah untuk menyebutkan alat ini, antara lain laser imager, film processor, image recorder, dan laser printer. Merupakan alat pengolah gambar dan memprosesnya di atas film.Laser printer dilengkapi dengan multi formater main features yang memungkinkan untuk memformat gambar dan mengolah gambar lebih tajam dan fungsi-fungsi yang terus berkembang. Dapat juga mengolah radiograf dengan kecepatan tinggi dan kualitas yang bagus serta stabil (http://www.soredex.com).
Film yang digunakan adalah photothermographic yang tidak menggunakan butiran perak halida, namun butiran perak behenate (AgC22H43O2). Film yang telah dieksposi kemudian discan dengan laser. Setelah dilaser, film dipanaskan pada temperatur 1200 C selama 24 detik untuk memproses gambar (Papp, 2006).
Digital Radiografi
Digital Radiologi
1. Pengertian
Digital radiografi adalah sebuah bentuk pencitraan sinar_X, dimana sensor-sensor sinar-X digital digunakan menggatikan film fotografi konvensional. Dan processing kimiawi digantikan dengan sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser printer.
2. Komponen Digital Radiography
Sebuah sistem digital radiographi terdiri dari 4 komponen utama, yaitu X-ray source, detektor, Analog-Digital Converter, Computer, dan Output Device.
A. X-ray Source
Sumber yang digunakan untuk menghasilkan X-ray pada DR sama dengan sumber X-ray pada Coventional Radiography. Oleh karena itu, untuk merubah radiografi konvensional menjadi DR tidak perlu mengganti pesawat X-ray.
B. Image Receptor
Detektor berfungsi sebagai Image Receptor yang menggantikan keberadaan kaset dan film. Ada dua tipe alat penangkap gambar digital, yaitu Flat Panel Detectors (FPDs) dan High Density Line Scan Solid State Detectors.
1) Flat Panel Detectors (FPDs)
FPDs adalah jenis detektor yang dirangkai menjadi sebuah panel tipis. Berdasarkan bahannya, FPDs dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Amorphous Silicon
Amorphous Silicon (a-Si) tergolong teknologi penangkap gambar tidak langsung karena sinar-X diubah menjadi cahaya. Dengan detektor-detektor a-Si, sebuah sintilator pada lapisan terluar detektor (yang terbuat dari Cesium Iodida atau Gadolinium Oksisulfat), mengubah sinar-X menjadi cahaya. Cahaya kemudian diteruskan melalui lapisan photoiodida a-Si dimana cahaya tersebut dikonversi menjadi sebuah sinyal keluaran digital. Sinyal digital kemudian dibaca oleh film transistor tipis (TFT’s) atau oleh Charged Couple Device (CCD’s). Data gambar dikirim ke dalam sebuah computer untuk ditampilkan. Detektor a-Si adalah tipe FPD yang paling banyak dijual di industri digital imaging saat ini.
b. Amorphous Selenium (a-Se)
Amorphous Selenium (a-Se) dikenal sebagai detektor langsung karena tidak ada konversi energi sinar-X menjadi cahaya. Lapisan terluar dari flat panel adalah elektroda bias tegangan tinggi. Elektrode bias mempercepat energi yang ditangkap dari penyinaran sinar X mealui lapisan selenium. Foton-foton sinar-X mengalir melalui lapisan selenium menciptakan pasangan lubang electron. Lubang-lubang elektron tersebut tersimpan dalam selenium berdasarkan pengisian tegangan bias. Pola (lubang-lubang) yang terbentuk pada lapisan selenium dibaca oleh rangakaian TFT atau Elektrometer Probes untuk diinterpretasikan menjadi citra.
2) High Density Line Scan Solid State device
Tipe penangkapan gambar yang kedua pada DR adalah High Density Line Scan Solid State device. Alat ini terdiri dari Photostimulable Barium Fluoro Bromide yang dipadukan dengan Europium (BaFlBr:Eu) tatu Fosfor Cesium Bromida (CsBr).
Detektor fosofor merekam energi sinar-X selama penyinaran dan dipindai (scan) oleh sebuah dioda laser linear untuk mengeluarkan energi yang tersimpan yang kemudian dibaca oleh sebuah penangkap gambar digital Charge Coupled Devices (CCD’s). Image data kemudian ditransfer oleh Radiografer untuk ditampilkan dan dikirim menuju work stasion milik radiolog.
C. Analog to Digital Converter
Komponen ini berfungsi untuk merubah data analog yang dikeluarkan detektor menjadi data digital yang dapat diinterpretasikan oleh komputer.
D. Komputer
Komponen ini berfungsi untuk mengolah data, manipulasi image, menyimpan data-data (image), dan menghubungkannya dengan output device atau work station.
E. Output Device
Sebuah sistem digital radiografi memiliki monitor untuk menampilkan gambar. Melaui monitor ini, radiografer dapat menentukan layak atau tidaknya gambar untuk diteruskan kepada work station radiolog.
Selain monitor, output device dapat berupa laser printer apabila ingin diperoleh data dalam bentuk fisik (radiograf). Media yang digunakan untuk mencetak gambar berupa film khusus (dry view) yang tidak memerlukan proses kimiawi untuk mengasilkan gambar.
Gambar yang dihasilkan dapat langsung dikirimkan dalam bentuk digital kepada radiolog di ruang baca melaui jaringan work station. Dengan cara ini, dimungkinkan pembacaan foto melaui teleradiology.
Prinsip kerja Digital Radiography (DR) atau (DX) pada intinya menangkap sinar-X tanpa menggunakan film. Sebagai ganti film sinar X, digunakan sebuah penangkap gambar digital untuk merekam gambar sinar X dan mengubahnya menjadi file digital yang dapat ditampilkan atau dicetak untuk dibaca dan disimpan sebagai bagian rekam medis pasien.
Kelebihan dan Kekurangan Digital Radiography
Kelebihan yang dimiliki digital radiography antara lain:
a. Cepat dan efisien karena tidak membutuhkan kamar gelap untuk pencetakan gambar.
b. Hasil lebih akurat.
b. Hasil lebih akurat.
c. Sistem sinar-X (pesawat) dapat tetap digunakan dengan dilakukan moifikasi.
d. Tidak membutuhkan ahli komputer karena perangkat lunak yang digunakan untuk mengatur image mudah digunakan.
d. Tidak membutuhkan ahli komputer karena perangkat lunak yang digunakan untuk mengatur image mudah digunakan.
e. Angka penolakan film dapat ditekan.
f. Dapat digunakan untuk radiografi mobile X-Ray unit dengan detektor digital (flat digital).
Kekurangan digital radiography antara lain :
Kekurangan digital radiography antara lain :
a. Dibutuhkan dana yang besar untuk mengganti fasilitas radiografi konvensional menjadi digital.
b. Kesalahan faktor eksposi yang terlalu parah tidak dapat diperbaiki.
c. Walaupun diklaim dapat mengurangi dosis yang diterima pasien, digital radiografi justru lebih sering meningkatkan dosis pasien, karena
b. Kesalahan faktor eksposi yang terlalu parah tidak dapat diperbaiki.
c. Walaupun diklaim dapat mengurangi dosis yang diterima pasien, digital radiografi justru lebih sering meningkatkan dosis pasien, karena
- Over eksposure tidak akan terdeteksi (dapat dikurangi dengan mudah dalam proses komputer). Sehingga radiografer cenderung menambah faktor eksposi.
- Pengulangan pemeriksaan (sebelum dicetak) tidak akan menambah jumlah film yang digunakan, sehingga menurunkan tingkat kehati-hatian radiografer.
Konsep Dasar MRI
Dasar – Dasar Pengetahuan MRI
1.
Konsep Dasar Inti Atom Hidrogen
Pada dasarnya
setiap materi dengan jumlah proton dan netron ganjil akan mempunyai nilai
momen magnetik yang dikenal dengan MR nuklei sedangkan inti yang mempunyai
jumlah proton dan netron genap akan mempunyai momen magnetik yang
bernilai nol. Atom hidrogen terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang melimpah,
kurang lebih 80% penyusun tubuh manusia adalah atom hidrogen. Setiap atom
hidrogen mempunyai satu inti bermuatan tunggal yang mempunyai nilai
magnetisasi. Oleh karena itu maka inti atom hidrogen mempunyai peranan yang
sangat besar pada MRI (Westbrook dan kuat, 1999).
2.
Presesi dan Frekuensi Larmor Jaringan
Di dalam medan
magnet eksternal inti atom akan mengalami gerakan perputaran menyerupai gerakan
sebuah gasing. Gasing berputar di atas sumbu bidang vertikal yang bergerak
membuat bentuk seperti sebuah kerucut. Gerakan ini disebut dengan presesi.
Frekuensi presesi ini besarnya sebanding dengan kekuatan medan magnet eksternal
dan nilai gyromagnetic inti atom. Apabila atom dengan frekuensi gyromagnetic
yang berbeda berada dalam suatu medan magnet eksternal yang sama maka
masing-masing atom mempunyai frekuensi presesi yang berbeda.
Sebaliknya walaupun atomnya sama (misalnya atom hidrogen), namun bila
diletakkan dalam medan magnet eksternal dengan kekuatan yang berbeda maka
akan menghasilkan frekuensi presesi yang berbeda pula. Inti atom hidrogen
mempunyai frekuensi presesi 42,6 MHz/ Tesla. Frekuensi presesi ini
disebut juga dengan frekuensi Larmor jaringan.
Tiap-tiap inti
hidrogen membentuk NMV spin pada sumbu atau porosnya. Pengaruh dari Bo akan
menghasilkan spin sekunder atau ”gerakan” NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder
ini disebut precession, dan menyebabkan momen magnetik bergerak secara
sirkuler mengelilingi Bo. Jalur sirkulasi pergerakan itu disebut ”precessional
path” dan kecepatan gerakan NMV mengelilingi Bo disebut ”frekuensi presesi”
. Satuan frekuensinya MHz, dimana 1 Hz = 1 putaran per detik.
Kecepatan atau
frekuensi presesi proton atom hidrogen tergantung pada kuat medan magnet yang
diberikan pada jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat presesi proton dan
frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnet disebut dengan
frekuensi Larmor yang mengikuti persamaan :
ω = γ B
dimana:
ω adalah frekuensi Larmor proton,
γ adalah properti inti gyromagnetik, dan
B adalah medan magnet eksternal (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
Gambar 5 : Presesi
(Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
1.
Resonansi
Resonansi adalah peristiwa bergetarnya
suatu materi akibat getaran materi lain yang mempunyai frekuensi yang sama.
Dalam MRI resonansi merupakan peristiwa perpindahan energi dari pulsa RF ke
proton hidrogen karena kesamaan frekuensi. Karena adanya penyerapan energi dari
RF inilah pada dasarnya yang mengakibatkan terjadinya magnetisasi transversal
sehingga magnetisasi yang diakibatkan oleh pembangkit magnet eksternal dapat
diukur berupa pulsa signal MRI. Signal MRI dikenal dengan FID (free
induction decay).
Resonansi terjadi bila atom hidrogen
dikenai pulsa radiofrekuensi (RF) yang memiliki frekuensi yang sama dengan
frekuensi Larmor atom hidrogen tersebut. Normalnya tubuh manusia mempunyai
muatan magnet yang arahnya acak sehingga Net Magnetization Vektor (NMV)
nilainya nol, Apabila tubuh manusia dimasukkan dalam medan magnet eksternal
yang sangat kuat sebagaimana pada pemeriksaan MRI, maka akan terjadi
magnetisasi longitudinal pada inti-inti atom hidrogen. Magnetisasi longitudinal
ini sangat kecil bila dibandingkan dengan kuat medan magnet eksternal dari pesawat MRI dan
oleh karenanya belum dapat diukur. Untuk dapat mengetahui besarnya magnetisasi
inti-inti atom Hidrogen maka inti-inti atom Hidrogen harus mempunyai
magnetisasi yang arahnya berbeda dengan medan
magnet eksternal. Resonansi pulsa RF mengakibatkan terjadinya magnetisasi
transversal yang secara vektor mempunyai arah berbeda dengan medan magnet eksternal sehinga memungkinkan
dilakukannya pengukuran NMV.
Untuk dapat terjadi proses resonansi
maka besarnya frekuensi RF harus disesuaikan dengan kekuatan medan magnet eksternal dan frekuensi Larmor
jaringan. Agar resonansi terjadi pada atom hidrogen pada medan magnet eksternal
dengan kekuatan 1 Tesla (10.000 Gauss), maka frekuensi RF yang diberikan adalah
42.6 MHz sedang untuk medan magnet eksternal dengan kekuatan 1.5 Tesla
diperlukan 63.2 MHz. Hasil dari peristiwa resonansi adalah adanya
perubahan arah NMV pada magnetisasi longitudinal ke arah magnetisasi
transversal dan magnetik moment menjadi dalam keadaan in phase.
Peristiwa resonansi ini pada dasarnya adalah suatu transfer energi dari
gelombang RF ke inti atom Hidrogen yang mengalami magnetisasi oleh pembangkit
magnet eksternal.
2.
Signal MRI
Pada saat terjadi magnetisasi
transversal maka terjadi pula keadaan in phase pada bidang transversal
sehingga akan terjadi induksi dari medan
magnet terhadap koil penerima yang akan tercatat sebagai sinyal. Kuat dan
lemahnya magnetisasi pada bidang transversal ini akan berpengaruh pada kekuatan
signal MRI dan berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI.
Bila signal MRI kuat maka akan memberikan gambaran citra yang terang atau hiperintens,
sedangkan apabila signal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap atau
hipointens.
Bila pulsa RF dihentikan, magnetik
moment pada bidang transversal yang dalam keadaan in phase akan
mengalami dephase kembali sehingga magnetisasi pada bidang transversal
akan menurun, akibatnya induksi pada koil penerima juga akan semakin melemah
yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay (FID).
3.
Fenomena T1 dan T2
Setelah RF diberikan dan terjadi
peristiwa resonansi maka pulsa lalu dihentikan (off) maka NMV kehilangan energi
yang dikenal dengan relaksasi. Ada
dua fenomena yang terjadi pada peristiwa relaksasi, yaitu jumlah magnetisasi
pada bidang longitudinal meningkat kembali atau recovery dan pada saat
yang sama jumlah magnetisasi pada bidang transversal akan meluruh yang dikenal
dengan decay.
Recovery magnetisasi longitudinal disebabkan
oleh suatu proses yang disebut dengan T1 recovery, dan decay
pada magnetisasi transversal disebabkan suatu proses yang disebut dengan T2
decay. T1 recovery disebabkan oleh karena nuklei
memberikan energinya pada lingkungan sekitarnya atau lattice, sehingga
disebut juga dengan Spin-Lattice Relaxation. Energi yang dibebaskan ke
lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal akan
semakin lama semakin menguat dengan waktu recovery yang disebut waktu relaksasi
T1. T1 didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan suatu
jaringan untuk mencapai pemulihan magnetisasi longitudinal hingga
mencapai 63% dari nilai awalnya.
Sebagai contoh adalah lemak dan cairan
cerebrospinal. Lemak memiliki waktu relaksasi T1 yang pendek
sekitar 180 ms sedangkan cairan cerebrospinal memiliki waktu relaksasi T1
cukup panjang berkisar 2000 ms. Sehingga waktu relaksasi T1 lemak
lebih cepat dibandingkan dengan waktu relaksasi cairan cerebrospinal.
Dengan demikian untuk pembobotan T1, jaringan dengan waktu relaksasi
T1 pendek (lemak) akan tampak terang (hiperintens) dan jaringan dengan
waktu relaksasi T1 panjang (cairan cerebrospinal) akan tampak lebih
gelap (hipo-intens).
Relaksasi T2 disebabkan
oleh adanya pertukaran energi antara inti atom hidrogen dengan inti atom di
sekitarnya. Pertukaran energi antar nuklei ini dikenal dengan Spin-Spin
Relaxation dan akan menghasilkan decay pada magnetisasi transversal.
Waktu yang diperlukan suatu jaringan untuk kehilangan energinya hingga 37%
dikenal dengan waktu relaksasi T2 (Snopek, 1992). Waktu relaksasi T2
akan lebih pendek dari pada waktu relaksasi T1. Pada pembobotan T2
dengan waktu relaksasi T2 panjang (seperti cairan cerebrospinal
sekitar 300 ms) akan tampak terang (hiperintens) dan jaringan dengan waktu
relaksasi T2 pendek (seperti lemak sekitar 90 ms) akan tampak lebih
gelap (hipo-intens) .
Komponen Sistem MRI
Komputer pada MRI merupakan otak dan
komponen utama yang digunakan untuk memproses sinyal, menyimpan data dan
menampilkan gambar yang dihasilkan. Selain sistem komputer komponen utama pada
pesawat MRI adalah: pembangkit magnet utama, koil gradien, koil penyelaras (shim’s
coils), antena atau koil pemancar dan penerima, serta sistem akuisisi data
dalam komputer.
1.
Magnet Utama
Untuk keperluan diagnosa klinis
diperlukan magnet utama yang memproduksi kuat medan magnet besar antara 0.1 – 3.0 Tesla
(Bontrager, 2001). Pembangkitan medan
magnet untuk MRI menggunakan salah satu dari beberapa tipe magnet, yaitu magnet
permanen, magnet resistif dan magnet superkonduktor.
2.
Shims Coils
Untuk menjaga kestabilan, keseragaman
atau homogenitas medan
magnet utama maka dipasang koil elektromagnetik tambahan yang disebut dengan
shim coil. Inhomogenitas magnet diharapkan tidak melebihi 10 ppm (Westbrook,C,
dan Kaut,C, 1999).
3.
Gradien Coils
Terdapat tiga buah koil gradien yang
merupakan penghasil gradien magnet yaitu gradien x, y dan z masing-masing
mengarahkan medan
magnet pada sumbu x, y dan z. Ketiganya dapat dioperasikan sesuai dengan
kebutuhan arah irisan pada tubuh yang diperiksa.
4.
Antena
Koil radiofrekuensi (RF) terdiri dari
dua tipe koil yaitu koil pemancar (transmitter) dan koil penerima (receiver).
Fungsinya lebih mirip sebagai antena. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan
gelombang RF pada inti yang terlokalisir dengan frekuensi tertentu sehingga terjadi
proses resonansi, sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal
output dari sistem. Bentuk dan ukuran koil penerima ini telah dirancang
disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan diperiksa, misalnya
koil untuk kepala, vertebra atau ekstremitas. Jenisnya ada 3
yaitu koil volume, koil surface dan koil phased array.
Pulsa Sekuen dan Spin Echo
Spin Echo adalah sekuens yang
diperoleh dengan menggunakan aplikasi pulsa RF 90 diikuti dengan aplikasi pulsa
RF 180 untuk rephase agar sinyal dapat dicatat dalam masing masing K-space agar
diperoleh citra MRI. Pulsa sekuens Spin Echo paling banyak digunakan pada
pemeriksaan MRI (Bushong, 1996). Diagram Pulsa sekuens Spin Echo secara
sederhana dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Komponen utama dari pulsa
sekuens tersebut adalah Time Repetition (TR) dan Time Echo (TE).
Gambar 6 : Spin Echo sekuens (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
TR adalah waktu pengulangan aplikasi
pulsa RF 90 terhadap aplikasi pulsa RF 90 berikutnya, dengan satuan millisecon
(ms). TR akan menentukan waktu relaksasi T1 yang akan terjadi. TR
yang digunakan dalam MRI bisa dipilih oleh radiografer mulai berkisar 200 ms
hingga lebih dari 2000 ms tergantung pada teknik pembobotan yang dipilih. TE adalah
waktu antara eksitasi pulsa dengan echo yang terjadi. Echo
dihasilkan dari aplikasi pulsa RF 90
sampai dengan sinyal terkuat dari aplikasi rephase pulsa RF 180 saat
menginduksi koil. Waktu TE dapat diubah tergantung
pembobotan citra yang dikehendaki. Waktu TE berkisar antara 10 ms hingga lebih
dari 80 ms.
Kontras
Citra SE
Kontras citra
pada MRI dibentuk oleh perbedaan gelap dan terang yang diakibatkan karena
perbedaan kuat signal MRI. Signal MRI yang kuat akan mengakibatkan bayangan
terang atau dikatakan hiperintens, sedangkan signal MRI yang lemah akan
menyebabkan bayangan yang gelap atau hipointens. Suatu daerah yang diperiksa
bisa menjadi hiperintens atau hipointens tergantung pada pembobotan citra yang
dipilih. Secara umum ada tiga pembobotan citra yaitu: T1-Weighted
Image, T2-Weighted Image, dan proton density.
1.
Kontras Citra T1 -Weighted Image
Pada pembobotan T1
WI diberikan TR yang cukup pendek sehingga baik jaringan lemak maupun air
tidak cukup waktu untuk dapat kembali recovery pada nilai magnetisasi
awal (B0), dengan demikian terjadi perbedaan yang cukup besar pada
signal MR dari air dan lemak. Pada T1WI air mempunyai signal
yang lemah sehingga memiliki gambaran yang kurang terang, gelap atau hipointens,
sedangkan lemak mempunyai signal yang lebih kuat sehingga memiliki gambaran
yang lebih terang atau hiperintens.
Waktu relaksasi T1
lemak lebih pendek (180 ms) dari pada waktu relaksasi T1 air (2500
ms), maka recovery lemak akan lebih cepat dari pada air sehingga
komponen magnetisasi lemak pada bidang longitudinal lebih besar dari pada
magnetisasi longitudinal pada air. Dengan demikian lemak
memiliki intensitas sinyal yang lebih tinggi dan tampak
terang pada kontras citra T1. Sebaliknya air akan tampak dengan
intensitas sinyal yang rendah dan tampak gelap pada kontras citra T1.
Citra yang demikian itu (lemak tampak terang dan air tampak gelap) dalam
MRI dikenal dengan T1-Weighted Image (T1 WI). Jadi untuk
menghasilkan kontras citra T1 WI, dipilih parameter waktu TR yang
pendek (berkisar antara 300-600 ms) dan waktu TE yang pendek (berkisar antara
10 -20 ms).
2.
Kontras Citra T2-Weighted Image
Pada pembobotan T2WI
air mempunyai signal yang lebih kuat sehingga memiliki gambaran lebih terang
atau hiperintens sedangkan lemak mempunyai signal yang lebih lemah
sehingga memiliki gambaran yang lebih kurang terang, gelap atau hipointens.
Hal ini disebabkan pada pembobotan T2 WI diatur TE yang cukup
panjang sehingga baik air maupun lemak cukup waktu untuk mengalami decay
dan mengakibatkan terjadinya perbedaan signal yang cukup besar.
Karena
waktu relaksasi T2 lemak (90 ms)
lebih pendek dari pada air (2500 ms),
maka komponen magnetisasi transversal lemak akan decay lebih
cepat dari pada air sehingga akan menghasilkan intensitas sinyal yang kuat dan
akan tampak terang pada kontras citra T2. Sebaliknya magnetisasi
transversal pada lemak lebih kecil dan menghasilkan citra
intensitas rendah dan tampak gelap pada kontras citra T2. Citra yang
demikian itu (lemak tampak gelap dan air tampak terang) dalam MRI dikenal
dengan T2-Weighted Image (T2 WI). Jadi untuk menghasilkan
kontras citra T2 WI, dipilih waktu TR yang panjang (800 ms hingga
2000 ms atau lebih) dan waktu TE yang panjang (lebih dari 80 ms).
3.
Kontras Citra Proton Density-Weighted Image
Apabila diberikan TR cukup panjang
maka baik air maupun lemak akan sama-sama mempunyai cukup waktu untuk mengalami
recovery menuju magnetisasi longitudinal awal sehingga menghilangkan gambaran
pembobotan T1. Apabila pada saat yang bersamaan juga diberikan TE
yang sangat pendek maka tidak cukup waktu bagi air maupun lemak untuk
terjadinya relaksasi transversal sehingga menghilangkan gambaran pembobotan T2.
Dengan demikian apabila TR panjang dan TE pendek maka gambaran yang terjadi
bukan T1 WI ataupun T2 WI. Gambaran yang terjadi
semata mata diakibatkan oleh perbedaan densitas atau kerapatan proton, yaitu
jumlah proton persatuan volume. Suatu area dengan kerapatan proton yang tinggi
akan memberikan gambaran yang terang atau hiperintens sebaliknya suatu area
dengan kerapatan proton yang rendah akan tampak gelap atau hipointens.
Gambaran Proton Density-Weighted Image
(PDWI) bergantung dari banyak sedikitnya jumlah proton per unit volume. Kontras
citra diperoleh berdasarkan perbedaan banyak sedikitnya proton pada
masing-masing jaringan. Misalnya jaringan otak dengan proton yang tinggi akan
menghasilkan komponen magnetisasi transversal besar dan tampak terang pada
kontras citra PDWI. Sedangkan tulang memiliki proton yang rendah dan tampak
gelap pada kontras citra PDWI. Untuk memilih kontras citra PDWI, diatur dengan waktu TR
yang panjang dan waktu TE yang pendek.
Waktu Scanning
Waktu scanning pada sekuens Spin Echo
dapat dihitung dengan rumus :
Waktu scanning SE = (TR)
x (jumlah tahapan phase encode) x (NEX)
Dimana :
TR
: Time
Repetition dalam ms.
Jumlah phase encode
: jumlah phase yang digunakan.
NEX
: jumlah eksitasi pulsa.
Misalnya
pencitraan dengan TR 550 ms, jumlah phase encode 256,
dan
NEX 1 maka waktu scanning adalah 2 menit 35 detik.
Teknik
DWI
Difusi
adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan pergerakan molekul secara
acak pada jaringan. Gerakan ini dibatasi oleh batas-batas seperti ligamen,
membran dan makromolekul. Kadangkala terjadinya pembatasan difusi adalah secara
langsung tergantung pada struktur
jaringan. Pada stroke yang masih
dini, yaitu segera setelah terjadinya iskemia tapi sebelum terjadinya infark
atau kerusakan permanen pada jaringan otak, sel-sel membengkak dan menyerap air
dari ruang extraseluler. Ketika sel-sel penuh oleh molekul air dan dibatasi
oleh membran, maka difusi yang terjadi akan terbatas dan nilai rata-rata difusi
pada jaringan tersebut akan berkurang.
Imejing
dengan sekuen spin echo dapat memperlihatkan struktur dengan tanda-tanda
difusi pada jaringan. Gambaran difusi dapat diperoleh dengan lebih efektif
dengan mengkombinasikan dua pulsa gradien yang diaplikasikan setelah eksitasi.
Pulsa gradien digunakan untuk saling mempengaruhi pada spin-spin yang tidak
bergerak sementara spin-spin yang bergerak pada jaringan normal tidak
dipengaruhi. Ini sebabnya mengapa pada gambaran difusi sinyal yang mengalami
atenuasi terjadi pada jaringan normal dengan pergerakan difusi yang random dan
jaringan normal akan tampak lebih gelap, dan sinyal yang intensitasnya tinggi
terjadi pada jaringan dengan difusinya yang terbatas (restriksi) seperti yang
tejadi pada stroke akut.
Banyaknya
atenuasi tergantung pada amplitudo dan arah dari aplikasi gradien difusi. Pulsa
gradient dapat diaplikasikan searah dengan sumbu X, Y, dan Z. Arah difusi pada
sumbu X, Y, dan Z dikombinasikan untuk menghasilkan gambaran difusi weighted.
Ketika gradien difusi hanya diaplikasikan sepanjang sumbu Y, atau pada arah
sumbu X, perubahan sinyal yang terjadi hanya sedikit. Istilah isotropic
difusion dipakai untuk menggambarkan bahwa gradien difusi diaplikasikan pada ketiga
sumbu tersebut. Gradien difusi harus panjang dan kuat untuk dapat memperoleh
citra dengan pembobotan difusi (difusion weighting). Sensitivitas dan
intensitas sinyal difusi dikontrol oleh parameter ’b’. Nilai ’b’ menentukan
atenuasi difusi dengan memodifikasi durasi dan amplitudo dari gradien difusi.
Nilai ’b’ dapat dinyatakan dalam satuan s/ mm2. Rentang ‘b’ value
adalah 500 s/mm2 sampai 1000 s/mm2 (Westbrook,C, dan
Kaut,C, 1999). ‘b’ value dipengaruhi oleh kekuatan magnet gradien yang terdapat
pada pesawat MRI itu sendiri.
Semakin tinggi
‘b’ value maka intensitas sinyal difusi dan sensitifitas difusi akan meningkat,
intensitas sinyal difusi yang meningkat pada jaringan otak normal akan tampak
lebih gelap pada citra otak yang ditampilkan. Sensitifitas difusi yang dimaksud
disini adalah kemampuan difusi tersebut untuk mendeteksi adanya difusi yang
terbatas pada jaringan otak. Jika terdapat kelainan stroke maka jaringan otak
yang difusinya terbatas akan menghasilkan intensitas sinyal yang terlihat
terang dibandingkan jaringan yang normal (GE Signa Horizon DW-EPI Operator
Manual, 1998).
Untuk pencitraan difusi jika
menggunakan sekuen multi-shot maka perubahan phase akan berbeda untuk
garis-garis yang berbeda pada K-space dan hal ini akan menghasilkan artefak
yang terlihat sepanjang phase direction. Karena alasan ini maka citra
MRI dengan pembobotan difusi pada umumnya diperoleh dengan teknik SE-EPI yang
dilakukan dengan gradien yang kuat. Echo tambahan yang dikenal sebagai
navigator echo dapat dihasilkan dan kemudian digunakan untuk mengkoreksi
artefak selama post processing. Aplikasi klinis pencitraan difusi secara langsung adalah
untuk mendiagnosa stroke. Lesi-lesi iskemik yang masih dini dapat diperlihatkan
dengan pencitraan MRI difusi sebagai daerah dengan difusi air yang lebih lambat
akibat akumulasi cairan atau akibat pengurangan ruang extra seluler. Pencitraan
MR difusi dapat memperlihatkan lesi-lesi iskemik baik yang irreversible maupun
yang reversible, sehingga potensial dapat membedakan jaringan otak yang masih
dapat diperbaiki dengan jaringan yang mengalami kerusakan irreversible sebelum
dilakukan tindakan therapy.
Gambar 7 : Jaringan dengan cairan yang berdifusi
normal (gambar kiri), dan jaringan yang
difusinya terbatas (gambar kanan)
(Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
MRI HARDWARE
1.
Magnet Utama
Magnet
utama adalah magnet yang memproduksi kuat medan
yang besar dan mampu menginduksi jaringan atau objek. Sehingga menimbulkan
magnetisasi dalam objek itu sendiri. Medan
magnet yang digunakan untuk diagnosis medis mempunyai jangkauan antara 0,1
Tesla sampai 3,0 Tesla (Bontrager 2001).
Pembangkitan
medan magnet
untuk MRI pada saat ini menggunakan salah satu dari tipe magnet, yaitu magnet
permanen yang terbuat dari bahan ferromagnetic, magnet resistif atau magnet
super konduktif. Sedangkan untuk menjaga kestabilan, keseragaman atau
kehomogenan medan
magnet utama dipasang koil elektromagnetik yang disebut Shim Coil pada pusat koil
utama. Homogenitas magnet diharapkan berkisar antara 1 sampai 10 ppm (Wesbrook
dan Kaut, 1998).
Magnet
utama berfungsi sebagai penghasil medan
magnet untuk mensejajarkan inti atom hidrogen yang tadinya acak di dalam tubuh.
Ada 3 jenis
magnet yang bisa digunakan pada pesawat MRI (Wesbrook dan Kaut,1998). Yaitu:
a. Magnet Permanen
Magnet permanen dapat menghasilkan kekuatan medan magnet
hingga 0,3 Tesla. Magnet ini dibuat dengan cara menginduksi medan magnet pada
sebuah bahan ferromagnetik. Magnet ini berukuran besar dan beratnya mencapai
100 ton (20.000 pounds). Pemeliharaannya relatif murah dan daya kemagnetannya
bersifat permanen serta menghasilkan sinyal yang lemah.
b. Magnet Resistif
Magnet resisitif dapat menghasilkan medan magnet dengan
kekuatan 0,2 Tesla sampai dengan 0,4 Tesla. Medan magnet resisitif dibuat
berdasarkan arus listrik yang yang dialirkan melalui kawat yang dililitkan pada
bahan ferromagnetik. Sehingga medan magnet akan timbul di sekitar kawat, tetapi
untuk terus mengalami magnetisasi maka memerlukan daya listrik yang kontinyu
agar membuat medan magnet yang terbentuk kuat. Beratnya kurang dari 100 Ton.
Medan magnet yang dihasilkan terbatas, karena dihasilkan dari hambatan
(resistan) yang terjadi akibat adanya aliran listrik pada kawat, kemudian
menimbulkan panas yang cukup tinggi. Dalam penggunaannya, memerlukan sistem
pendingin.
c. Magnet Superkonduktif
Magnet superkonduktif dapat menghasilkan kekuatan medan
magnet hingga 7 Tesla. Prinsip magnet superkonduktif sama dengan magnet resistif.
Keduanya mengalirkan arus listrik melalui kawat yang dililitkan. Magnet
superkonduktif menggunakan Cryogen yang berupa helium cair dan bahan
ferromagnetic sebagai penghasil medan magnet. Dan ditambahkan nitrogen cair
sebagai pendingin. Penggunaan cryogen dapat membuat resistensi pada kawat
menjadi nol, sehingga arus yang mengalir dapat dinaikkan dan memungkinkan untuk
menghasilkan medan magnet yang berkekuatan tinggi, namun memiliki kelemahan.
Penggunaan cryogen dapat beresiko, misalnya jika temperatur cryogen naik hingga
titik didih helium pada waktu yang bersamaan maka kedua cairan tersebut akan
menguap menjadi gas. Proses ini disebut quenching yang dapat berbahaya bagi
medan magnet. Perawatan dan pemeliharaannya relatif mahal karena harus mengisi
helium sebagai bahan pendingin magnet superkonduktif.
Magnet ini beratnya sekitar 4 ton sampai dengan 16 ton.
Dalam hal mencegah pemanasan, magnet superkonduktif memiliki sistem pengaman
yaitu evakuasi pipa gas, pemantauan presentase oksigen dan suhu di dalam
ruangan MRI serta membuka pintu keluar yang lebar. Magnet superkonduktif
sifatnya kontinyu, untuk membatasi magnet, instalasi memiliki sistem pengaman
baik pasif (logam) maupun aktif (di luar gantri) untuk mengurangi kekuatan yang
datang.
2. Gradien Magnet
Gradien medan magnet Bo sepanjang ketiga sumbu-sumbu
spasial orthogonal merupakan prinsip dasar dari produksi citra MRI.
Gradien-gradien sepanjang sumbu yang lain dapat dijabarkan dengan kombinasi
gradien- gradien yang orthogonal. Gambar 3 dan 4 menunjukkan skema dasar untuk
memperoleh suatu gradien Bo yang parallel terhadap arah Bo. Dua lilitan kawat
(a) dan (b) dialirkan arus listrik yang membangkitkan medan magnet, yang dapat
menambah (a) atau mengurangi (b) dari medan utama Bo. Pada sembarang waktu sepanjang
sumbu gradien, medan magnetic netto sama dengan jumlah Bo ditambah dengan
sumbangan dari lilitan (b). Lilitan yang lebih dekat ke posisi yang di
kehendaki inilah yang memberi efek lebih besar pada medan magnetik netto. Pada
sebuah titik di tengah-tengah antara kedua lilitan, medan magnet yang
dibangkitkan oleh kedua lilitan gradien saling meniadakan, yang menyebabkan
medan magnet nettonya sama dengan Bo.
Lilitan gradiennya ditempatkan sedemikian rupa sehingga
titik tengah ini berada pada pusat magnet (Bo) dan ditandai dengan isocenter.
Lilitan gradien pada kedua sumbu orthogonal lainnya dibuat berbeda, tetapi
keduanya juga memberikan tambahan dan pengurangan terhadap medan Bo tergantung
pada sepanjang sumbu-sumbu tersebut. Tambahan pula titik-titik tengah dari
sambungan untuk gradien netto sebesar nol diatur untuk terjadi pada isocenter
dari magnet. Daya diberikan pada setiap lilitan gradien oleh gradient amplifier
yang dikendalikan secara bebas oleh komputer. Dari beberapa sifat gradien medan
magnet yang memberikan dampak pada penampilan sistem dan kualitas citra yang
optimal adalah:
Amplitudo gradien maksimum dapat diperoleh dengan
membatasi tebal irisan dan FOV.-
- Linieritas gradien mengacu pada keseragaman koefisien arah (sloop) sepanjang sumbu gradien, gradien yang tidak linier dapat menimbulkan artefak.
- Linieritas gradien mengacu pada keseragaman koefisien arah (sloop) sepanjang sumbu gradien, gradien yang tidak linier dapat menimbulkan artefak.
Kecepatan suatu gradien untuk dibangkitkan dari nilai nol
ke amplitudo maksimum harus diupayakan sesingkat mungkin.
Aksi mengubah-ubah gradien on dan off menimbulkan masalah
lain. Aksi ini akan menginduksi pembentukan arus elektronik yang disebut Eddy
current dalam struktur metalik dari magnet. Arus ini menimbulkan medan magnet
tersendiri yang kemudian menghilang dengan laju waktu yang berbeda. Jadi Eddy
current adalah hal yang tidak diinginkan dan menimbukan efek yang menurunkan
kualitas citra.
Untuk mengatasi masalah ini dilakukan dengan beberapa
cara:
- Dengan mengatur lilitan gradien
dengan bentuk pulsa yang tidak dikehendaki, tetapi dengan suatu bentuk pulsa
yang ditentukan secara empirik, yang menghapuskan sumbangan Eddy current dan
menghasilkan gradien yang dikehendaki magnet.
Dengan pemakaian self shielding- gradient coil. Lilitan-lilitannya dibuat sedemikian rupa sehingga medan magnet yang timbul diarahkan ke bagian dalam lilitan Hal ini berguna untuk mencegah Eddy current di bagian lain magnet.
3. Radiofrekuensi (RF) Coil
Radiofrekuensi (RF) coil terdiri dari dua tipe coil,
yaitu coil pemancar dan coil penerima. Fungsiya lebih mirip sebagai antena.
Sistem radiofrekuensi terdiri dari komponen untuk transmisi dan menerima
radiofrekuensi gelombang. Ia terlibat dalam pembentukan nuclei, memilih irisan
dan menerapkan gradien sinyal akuisisi.
a. Koil adalah komponen penting dalam kinerja sistem radiofrekuensi. Koil pemancar fungsinya untuk memberikan rangsangan energi RF yang merata keseluruh volume pencitraan. Semua langkah-langkah ini dikendalikan dengan sebuah komputer yang juga mengatur pembangkitan deretan pulsa. Energi RF terakhir dikirim ke lilitan RF dalam magnet yang berfungsi sebagai antena. Pemberian pulsa ini merupakan pengendalian modulasi amplitude yang menyebabkan terjadinya medan magnet pada area yang besarnya 0° sampai 180°. Diperlukan pula frekuensi amplifier untuk modulasi gelombang digital frekuensi larmor proton sehingga energi RF dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan pencitraan MRI. Rancangan lilitan pemancar (transmitter) sangatlah berpengaruh pada pencitraan MRI. Pemberian flip angle pada RF pemancar, berbanding lurus dengan lamanya keluaran sinyal dan amplitudo pulsa RF. RF amplifier yang tidak linier dapat menimbulkan flip angle sehingga dapat menghasilkan pencitraan yang mengalami distorsi dari bentuk irisan yang dibangkitkan.
b. Radiofrekuensi penerima (RF receiver)
Koil penerima harus peka terhadap sinyal radiofrekuensi.
Magnetisasi transversal menginduksi arus bolak-balik dalam lilitan RF yang
digunakan untuk penerima. Lilitan RF ini digunakan untuk menghasilkan medan B1.
Sedangkan sinyal RF dengan frekuensi yang mendekati frekuensi Larmor digunakan
untuk menghasilkan medan Bo. Secara teknis, bekerja pada frekuensi tinggi
bukanlah hal yang mudah. Fungsi utama koil penerima adalah untuk menunjukkan
secara benar nilai-nilai amplitudo, periode, dan fasa dari sinyal MR yang
datang ke dalam memori komputer. Untuk mewujudkan fungsi ini perlu diukur nilai
relatif dari sinyal MR terhadap standar yang diketahui. Standar yang digunakan
untuk suatu RF adalah sebuah local oscillator yang dalam prakteknya seringkali
adalah suatu bagian sinyal RF dari frekuensi synthesizer untuk transmisi.
Kemudian
memberikan sesuatu sinyal yang merupakan selisih antara sinyal RF yang
ditransmisi dan yang diterima. Sinyal yang berbeda ini berada dalam rentang
frekuensi audio (AF). Rentang frekuensi inilah yang perlu diperhatikan dalam
hubungannya dengan lebar pita (bandwidth) penerima. Sinyal AF diperkuat dengan
suatu factor 10 hingga 1000 oleh sebuah AF amplifier. Sinyal ini kemudian
diarahkan ke analog digital converter (ADC) yang mengkonversi sinyal AF menjadi
suatu deretan angka biner. Angka-angka ini selanjutnya disimpan dalam memori
komputer untuk dimanipulasi dan dilakukan transformasi Fourier dengan resolusi
dalam bentuk bit. Melihat dari kegunaannya, maka koil ini harus berada pada
jarak yang paling dekat dengan objek yang diperiksa. Koil antena dibuat dengan
berbagai variasi bentuk dan ukuran. Diantaranya jenis; volume coil, phase array
coil dan surface coil.
4. Jenis Koil
a. Body Coil
Body coil berbentuk lingkaran dan terdapat di dalam
gantry. Koil ini dapat berfungsi sebagai transmitter dan receiver. Memancarkan
pulsa RF untuk semua jenis pemeriksaan organ tubuh dan menerima sinyal pada
objek tubuh yang besar. Seperti abdomen dan thorax.
b.
Head coil jenis volume coil
Head coil berbentuk seperti helm dan dipasangkan
mengelilingi kepala pasien. Koil ini berfungsi untuk menerima sinyal pada
pemeriksaan kepala, sedangkan sinyal RF pemancar diberikan oleh body coil.
c.
Spine Coil jenis phase array
Spine
coil berfungsi sebagai penerima sinyal RF dan digunakan untuk organ tulang
belakang.
d. Breast Coil jenis phase array
d. Breast Coil jenis phase array
Breast
coil berfungsi sebagai penerima sinyal RF dan digunakan untuk organ payudara.
e. Cervical coil jenis volume coil
e. Cervical coil jenis volume coil
Cervical
coil berfungsi sebagai penerima sinyal RF dan digunakan untuk pemeriksaan organ
leher.
f.
Knee Coil jenis volume coil
Knee
coil berfungsi sebagai penerima sinyal RF dan digunakan untuk pemeriksaan organ
lutut.
g. Surface Coil
g. Surface Coil
Surface
coil adalah jenis coil yang digunakan untuk organ yang berada pada permukaan
seperti organ extrimitas.
h.
Shim Coil
Shim
coil berfungsi untuk menjaga kehomogenan medan
magnet utama. Shim coil terletak di dalam gantry pada sisi lateral tubuh
pasien.
5.
Meja Pemeriksaan
Meja
pemeriksaan biasanya berbentuk kurva dengan tujuan untuk memberikan rasa aman
dan nyaman pada pasien. Meja disesuaikan dengan bentuk lingkaran magnet utama.
Meja pemeriksaan dapat bergerak keluar dan masuk ke dalam gantry secara
otomatis.
6.
Sistem Komputer
Suatu instrumen MRI modern mempunyai beberapa komputer yang dihubungkan dengan jaringan komunikasi. Sebagai contoh sistem sinyal, sekarang ini mempunyai empat computer; sebuah komputer induk, sebuah komputer array processor dan dua komputer yang berfungsi khusus sebagai status control modem (SCM) dan pulse control modul (PCM) atau disebut juga dengan measurement control.
a.
Komputer induk atau komputer utama
Memori
inti secara langsung diakses oleh central processing unit (CPU). Memori ini
harus cukup besar untuk menampung semua perintah dan bentuk gelombang dalam
satu deretan pulsa, satu set data yang masih berupa data mentah dan sejumlah
operating soft ware. Software selebihnya untuk keperluan data lainnya dapat
ditemukan atau disimpan dalam disk memory.
b.
Sebuah array processor diperlukan agar rekonstruksi dapat diproses dengan
cepat. Untuk itu array processor memerlukan akses langsung untuk mengerjakan
rekonstruksi dari keseluruhan citra. Karena deretan pulsa harus bekerja dalam
real time, sistem komputer harus memberikan prioritas utama pada pelaksanaan
instruksi dalam deretan pulsa. ADC penerima harus mempunyai akses memori untuk
menjamin bahwa data yang datang dapat disimpan dengan cepat sehingga tidak ada
data yang teringgal atau hilang. Penyimpana data jangka panjang pada umumnya
disalurkan ke pita magnetik.
c. Measurement Controle
Measurement controle unit terdiri dari dua bagian, yaitu
measurement control system yang berfungsi sebagai pembangkit gelombang gradien
magnet, dan high frequency system untuk mengatur pulsa RF yang dipancarkan dari
sinyal yang diterima, serta mengatur auto tunning agar sinyal dapat
diterima 2009ãsecara
optimal sehingga dapat menghasilkan gambaran yang bagus.
Sumber : Babeh eddy
Langganan:
Postingan (Atom)